Selasa, 03 Januari 2017

TARI BEDHAYA SANG AMURWABHUMI



TARI BEDHAYA SANG AMURWABHUMI
 





BEDHAYA SANG AMURWABHUMI adalah salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana X. Karya tari ini merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwana X kepada swargi (almarhum Sri Sultan Hamengku Buwana IX), yang mempunyai konsep filosofis, yakni setia kepada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik dan sosial, konsep dan ide dasar tari ini dari Sri Sultan Hamengku Buwana X. Sedangkan koreografinya oleh K.R.T.Sasmintadipura. Bedhaya Sang Amurwabhumi dipentaskan pertama kali di Bangsal Kencono pada saat pengangkatan dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990. Bedhaya Sang Amurwabhumi ditarikan oleh sembilan putri (penari) dan berdurasi dua setengah 2,5 jam, diiringi irama dramatik yang menggambarkan kelembutan sebagai simbolisasi yang paling hakiki karena setiap raja selalu mempunyai ekspresi dan konsep sendiri dalam setiap pengabdian kepada rakyatnya dengan mencoba menggalang kepemimpinan yang baik, melalui pola pikir untuk mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Bedhaya Sang Amurwabhumi seperti juga dengan bedhaya yang lain sesuai dengan tradisi tetap mengacu pada patokan baku tari bedhaya. Dasar ceritanya diambil dari Serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit, yang selesai ditulis bertepetan pada hari Sabtu Pahing. Bedhaya Sang Amurwabhumi mengambil sentral pada perkimpoian sang Amurwabhumi (Ken Arok) dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) mensimbolisasikan spirit patriotisme dan filosofi kepemimpinan.

LANGKAH-LANGKAH DALAM TARI BEDHAYA SANG AMURWABHUMI




LANGKAH yang terdapat pada Tari Bedhaya Sang Amurwabhumi adalah langkah gontai serta gerakan gemulai sembilan penari wanita cantik begitu anggun. Mengenakan busana kebaya hitam dipadu kain jarik serta selendang sampur kuning dan sanggul gelung rambut, mereka sangat khusyuk membawakan tarian tersebut di bawah iringan Gendhing Durma.

Begitulah saat penari-penari cantik tersebut melakoni gladi resik dalam rangka mengikuti ajang 'Solo Menari' pada 29 April 2015. Dalam kesempatan tersebut, mereka akan membawakan Bedhaya Sang Amurwabumi yasan dalem Sri Sultan Hamangku Buwana X.

"Latihan ini dalam rangka mengikuti event 'Solo Menari'," tutur guru tari putri KHP Kridha Mardawa Kraton Yogyakarta Nyi KRT Kusumaningrat.

Ditambahkan wanita dengan nama asli Ray Sri Kadaryati ini, selain sembilan penari, Bedhaya Sang Amurwabumi juga dilengkapi empat orang pengirit. Posisi ini juga dimiliki sejumlah bedhaya lain yang ada di lingkungan kraton.

Menurut Bu Kadar, Bedhaya Sang Amurwabumi menceritakan perkawinan Ken Arok yang emiliki gelar Sang Amurwabumi dengan Ken Dedes. Sehingga dari sembilan orang penari, ada dua peran sentral yang menjadi pemeran Ken Arok di bagian Batak dan Ken Dedes di posisi Endel.

"Endel dan Batak di bedhaya klasik bertindak sebagai pemeran pokok. Karena itu dipilih yang paling bagus tarinya dan tentu saja juga secara fisik"
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar